http://groups.yahoo.com/group/Batak_Gaul/message/1001
Si Tanduk Panjang, Cerita Dari Tanah Batak
Dahulu kala disebuah desa tinggallah sebuah keluarga miskin. Keluarga tersebut teridir dari seorang ayah, ibu dan seorang anak perempuan. Ayah dan ibu tersebut sangat sayang kepada anaknya. Namun mereka masih merasa kecewa karena belum dikaruniakan seorang anak laki-laki.
Setiap hari mereka berdoa kepada Tuhan agar dikaruniakan anak laki-laki sebagai penyambung keturunannya. Bulan berganti tahun berlalu, tiada jemu mereka berdoa. Akhirnya si istri hamil. Keluarga itupun merasa gembira, terlebih setelah mengetahui si bayi itu ternyata laki-laki. Namun kegembiraan mereka mendadak lenyap setelah mengetahui ternyata dikepala bayi tersebut ada tanduknya. Mereka merasa malu dan takut dihina maupun diejek oleh orang-orang desa.
Pada malam hari bayi itu dimasukkan ke dalam peti, ia dibekali dengan sebutir telur ayam dan secangkir beras, kemudian peti itu dihanyutkan di sungai. Kakak perempuan si bayi mengetahui perbuatan orang tuanya. Ia menjadi sangat sedih, diam-diam ia meninggalkan rumah dan mengikuti adiknya yang dihanyutkan ke sungai.
Ia terus melangkah mengikuti adiknya yang hanyut. Beberapa lama kemudian terdengar adiknya menangis karena lapar. Maka si kakak perempuan itu menghiburnya dengan berkata, “Adikku sayang, si tanduk panjang, janganlah engkau menangis. Jika engkau lapar makanlah sebutir beras agar engkau kenyang!”
Tidak berapa lama kemudian tangis adiknya berhenti.
Beberapa hari kemudian si kakak perempuan mendengar bunyi anak ayam dari peti yang hanyut di tengah sungai itu. Ia tidak dapat mendekati peti itu, namun Ia dapat menduga pastilah telur yang dibekalkan kepada adiknya telah menetas.
Bila mendengar adiknya menangis, Ia terus menghiburnya dengan ucapan kasih sayang. Berbulan-bulan peti tersebut hanyut, dengan susah payah dan setia, si kakak terus mengikutinya. Pada suatu hari peti tersebut terbawa arus sungai hingga ke tepian, si kakak dengan wajah gembira berusaha meraihnya.
Peti dapat diraihnya. Namun ketika peti dibuka, melompatlah seorang anak laki-laki yang gagah dan tampan. Tidak terlihat tanduk dikepalanya. Di belakangnya seekor ayam jantan yang bagus sekali menemaninya. Betapa gembira si kakak perempuan melihat kenyataan itu. Ia lalu mengucap syukur kepada Tuhan yang telah menyelamatkan adik yang sangat dikasihinya itu.
Selanjutnya kakak beradik itu segera berjalan menuju desa terdekat. Di depan pintu gerbang desa, mereka ditegur oleh penduduk. Kepala desa segera memberitahu bahwa untuk dapat masuk ke desa, mereka harus mengadu ayamnya dengan ayam penduduk desa itu. Jika mereka kalah, maka mereka akan dijadikan budak di desa itu. Namun jika mereka tidak berani menerima tantangan, maka mereka dipersilahkan pergi meningggalkan desa itu.
Kakak beradik itu menyanggupi tantangan kepala desa. Pada hari yang ditentukan, ayam mereka diadu dengan disaksikan seluruh masyarakat desa. Ternyata ayam si tanduk panjang menang, maka mereka dipersilahkan masuk desa dan dijamu dengan makanan lezat dan diberi harta kekayaan. Sesudah itu, kedua kakak beradik itu meminta izin untuk meninggalkan desa.
Ternyata untuk memasuki desa yang lain, mereka dikenai syarat serupa. Mereka harus menyabung ayam. Untung ayam kakak beradik itu selalu menang, sehingga harta benda mereka makin berlimpah ruah. Kini untuk mengangkut harta benda, mereka harus membawa beberapa orang pengikut.
Akhirnya tibalah kedua kakak beradik itu di desa kelahirannya. Para penduduk desa itu menanyakan asal usulnya. Mereka kemudian menceritakan kisah mereka yang sebenarnya. Mendengar cerita itu, penduduk setempat menjadi tahu, siapa sebenarnya kakak beradik itu.
Kabar segera tersebar ke pelosok desa, bahwa si tanduk panjang dan kakaknya telah kembali. Kedua orang tuanya yang miskin merasa gembira, mereka segera menyongsong kedatangan kedua anaknya yang telah lama pergi. Namun kakak beradik itu menolak.
“Kami tidak mempunyai orang tua lagi, karena sewaktu kami membutuhkan kasih sayang serta perlindungan orang tua, justru kami dibuang!”
Betapa kecewanya kedua orang tua miskin itu. Mereka baru menyadari kesalahannya. Mereka sangat menyesal sehingga akhirnya jatuh sakit dan meninggal dunia.
Oleh Andy Wei
Sumber: Indosiar.com