Archive for the ‘Sejarah Batak’ Category

[email dikirim oleh Manutur Sihotang kepada Admin Web]

Satu anak perempuan sian Sigodang Ulu menikah dengan Marga Manurung, bukan Marga Simanjuntak.

Boru Sihotang yang kawin tu Marga Simanjuntak adalah boru dari salah satu anak ni Sigodang Ulu.

Mengapa saya sebut BORU SIHABOLONAN ni SI GODANG ULU SIHOTANG adalah Marga MANURUNG, sebab anak satu-satunya Sigodang Ulu kawin tu marga Manurung, dan menjadi SINONDUK HELA. Huta dan tanah ada di Sihotang, sementara untuk SIMANJUNTAK, tanah yang diberikan baru setelah Pesta TUGU SI GODANG ULU tahun 1972.
DOLOK PANATAPAN adalah tanah yang diberikan sebagai ULOS SO OLO BURUK (istilah adat batak).

Boru Sihotang (yang bernama  Siboru Sobosihon) yang kawin dengan Marga Simanjuntak (Raja Marsundung) adalah boru dari salah satu dari lima tubuni Ompung boru Tamba (nggak tau persis, antara Sorganimusu dan Sitorbandolok), namun Siboru Sobosihon sangat disayangi semua ibotonya (tujuh marga keturunan Sigodang Ulu), itulah sebabnya Siboru Sobosihon selalu berpesan pada keturunannya supaya hati-hati dengan Tulangnya Marga Sihotang.

Siboru Sobosihon adalah istri kedua dari Raja Marsundung mempunyai kisah yang unik dalam keluarganya, apalagi terhadap keturunan Raja Marsundung yang lahir dari istri pertamanya yaitu Simanjuntak Parsuratan. Marga Sihotang sangat berperan menjaga keselamatan Siboru Sobosihon setelah tragedi yang menyakitkan Siboru Sobosihon dimana satu buah dadanya dipotong oleh Parsuratan, dengan tujuan agar ketiga keturunan dari Boru Sobosihon tidak bisa minum asi.

Marga Sihotang yang sangat sayang terhadap borunya, dan dahulu semua penatua-penatua Marga Sihotang sepakat juga untuk menjadikan Simanjuntak adalah Boru SIHABOLONAN dari Sigodang Ulu.

Itulah yang saya tahu, Salam pencerahan.

Regards,
M@nutur Sihotang / Kalimantan

SI TANDUK PANJANG

Posted: December 29, 2008 in Sejarah Batak, Turi-Turian-Legenda

http://groups.yahoo.com/group/Batak_Gaul/message/1001

Si Tanduk Panjang, Cerita Dari Tanah Batak

Dahulu kala disebuah desa tinggallah sebuah keluarga miskin. Keluarga tersebut teridir dari seorang ayah, ibu dan seorang anak perempuan. Ayah dan ibu tersebut sangat sayang kepada anaknya. Namun mereka masih merasa kecewa karena belum dikaruniakan seorang anak laki-laki.

Setiap hari mereka berdoa kepada Tuhan agar dikaruniakan anak laki-laki sebagai penyambung keturunannya. Bulan berganti tahun berlalu, tiada jemu mereka berdoa. Akhirnya si istri hamil. Keluarga itupun merasa gembira, terlebih setelah mengetahui si bayi itu ternyata laki-laki. Namun kegembiraan mereka mendadak lenyap setelah mengetahui ternyata dikepala bayi tersebut ada tanduknya. Mereka merasa malu dan takut dihina maupun diejek oleh orang-orang desa.

Pada malam hari bayi itu dimasukkan ke dalam peti, ia dibekali dengan sebutir telur ayam dan secangkir beras, kemudian peti itu dihanyutkan di sungai. Kakak perempuan si bayi mengetahui perbuatan orang tuanya. Ia menjadi sangat sedih, diam-diam ia meninggalkan rumah dan mengikuti adiknya yang dihanyutkan ke sungai.

Ia terus melangkah mengikuti adiknya yang hanyut. Beberapa lama kemudian terdengar adiknya menangis karena lapar. Maka si kakak perempuan itu menghiburnya dengan berkata, “Adikku sayang, si tanduk panjang, janganlah engkau menangis. Jika engkau lapar makanlah sebutir beras agar engkau kenyang!”
Tidak berapa lama kemudian tangis adiknya berhenti.

Beberapa hari kemudian si kakak perempuan mendengar bunyi anak ayam dari peti yang hanyut di tengah sungai itu. Ia tidak dapat mendekati peti itu, namun Ia dapat menduga pastilah telur yang dibekalkan kepada adiknya telah menetas.

Bila mendengar adiknya menangis, Ia terus menghiburnya dengan ucapan kasih sayang. Berbulan-bulan peti tersebut hanyut, dengan susah payah dan setia, si kakak terus mengikutinya. Pada suatu hari peti tersebut terbawa arus sungai hingga ke tepian, si kakak dengan wajah gembira berusaha meraihnya.

Peti dapat diraihnya. Namun ketika peti dibuka, melompatlah seorang anak laki-laki yang gagah dan tampan. Tidak terlihat tanduk dikepalanya. Di belakangnya seekor ayam jantan yang bagus sekali menemaninya. Betapa gembira si kakak perempuan melihat kenyataan itu. Ia lalu mengucap syukur kepada Tuhan yang telah menyelamatkan adik yang sangat dikasihinya itu.

Selanjutnya kakak beradik itu segera berjalan menuju desa terdekat. Di depan pintu gerbang desa, mereka ditegur oleh penduduk. Kepala desa segera memberitahu bahwa untuk dapat masuk ke desa, mereka harus mengadu ayamnya dengan ayam penduduk desa itu. Jika mereka kalah, maka mereka akan dijadikan budak di desa itu. Namun jika mereka tidak berani menerima tantangan, maka mereka dipersilahkan pergi meningggalkan desa itu.

Kakak beradik itu menyanggupi tantangan kepala desa. Pada hari yang ditentukan, ayam mereka diadu dengan disaksikan seluruh masyarakat desa. Ternyata ayam si tanduk panjang menang, maka mereka dipersilahkan masuk desa dan dijamu dengan makanan lezat dan diberi harta kekayaan. Sesudah itu, kedua kakak beradik itu meminta izin untuk meninggalkan desa.

Ternyata untuk memasuki desa yang lain, mereka dikenai syarat serupa. Mereka harus menyabung ayam. Untung ayam kakak beradik itu selalu menang, sehingga harta benda mereka makin berlimpah ruah. Kini untuk mengangkut harta benda, mereka harus membawa beberapa orang pengikut.

Akhirnya tibalah kedua kakak beradik itu di desa kelahirannya. Para penduduk desa itu menanyakan asal usulnya. Mereka kemudian menceritakan kisah mereka yang sebenarnya. Mendengar cerita itu, penduduk setempat menjadi tahu, siapa sebenarnya kakak beradik itu.

Kabar segera tersebar ke pelosok desa, bahwa si tanduk panjang dan kakaknya telah kembali. Kedua orang tuanya yang miskin merasa gembira, mereka segera menyongsong kedatangan kedua anaknya yang telah lama pergi. Namun kakak beradik itu menolak.
“Kami tidak mempunyai orang tua lagi, karena sewaktu kami membutuhkan kasih sayang serta perlindungan orang tua, justru kami dibuang!”

Betapa kecewanya kedua orang tua miskin itu. Mereka baru menyadari kesalahannya. Mereka sangat menyesal sehingga akhirnya jatuh sakit dan meninggal dunia.

Oleh Andy Wei
Sumber: Indosiar.com

http://groups.yahoo.com/group/Batak_Gaul/message/66

Anak dari Naisuanon/Tuan Sorba Dibanua ada 4 yaitu :
1. Sibagot ni Pohan (Tuan Sihubil, Tuan Dibangarna, Tuan Somanimbil dan Sonak Malela).
2. Sipaet Tua (Pangulu Ponggok, Partano Nai Borngin dan Pardungdang/Ompu Raja Laguboti).
3. Silahi Sabungan.
4. Si Raja Oloan.

Si Raja Oloan memiliki 2 istri yaitu : Nai Jabaon boru Limbong dan boru Pasaribu.

Dari istri pertama (Nai Jabaon br. Limbong) ini lahirlah dua anak bernama Si Ganjang Ulu (Naibaho) dan Si Godang Ulu (Sihotang). Kedua anak Si Raja Oloan ini memiliki kelainan dikepalanya. Naibaho memiliki kepala yang panjang makanya disebut Si Ganjang Ulu dan Sihotang memiliki kepala yang besar makanya disebut Si Godang Ulu.

Pada saat keduanya sudah besar/dewasa, malu lah orang tuanya akan kelainan kedua anaknya ini. Maka jika ada pesta yang diadakan di rumahnya, disembunyikanlah Si Godang Ulu ke hutan rotan, itulah maka sampai sekarang Si Godang Ulu disebut juga Sihotang yang berarti Rotan (tanaman Rotan). Sedangkan anak Si Raja Oloan dari istri ke dua (boru Pasaribu) adalah Bangkara, Sinambela, Sihite dan Simanullang.

Berikut urutan Marga-Marga Si Raja Oloan dari yang sulung sampai bungsu:
1. NAIBAHO/Si Ganjang Ulu
Marga Naibaho sendiri ada 5 bagian yaitu : Naibaho Siahaan, Naibaho Sitakkarain, Naibaho Sidauruk, Naibaho Huta Parik, dan Naibaho Siagian.

Sedangkan Marga Sitindaon adalah hasil perkawinan (kecelakaan) antara sesama Naibaho Siahaan sendiri.

Ada beberapa Marga Naibaho yang merantau ke daerah Karo dan Dairi/Pakpak antara lain: Porhas Japjap, Sitolpak Gading: Ujung, Angkat, Bintang, Gaja Diri, Gaja Manik, Sikamo (Sinamo), Capa (Sapa).

2. SIHOTANG/Si Godang Ulu
Marga Sihotang sendiri ada 7 bagian yaitu : Sihotang Sidardabuan (di Sidikalang disebut Sihotang Manik/Sumbul Parongil), Sihotang Sorganimusu, Sihotang Sitorbandolok (di Karo disebut Sitepu, Sinubulan, Batu Nangkar, Bukit), Sihotang Sirandos, Sihotang Simarsoit, Sihotang Raja Tunggal Hasugian (Di Karo disebut Sinulingga, Kaban, Surabakti, Kacaribu), dan Sihotang Lumban Batu (Di Karo disebut Sinuraya, Sinuaji).

3. BANGKARA
Marga Bangkara sendiri ada 3 bagian yaitu: Bangkara Dolok, Bangkara Tonga, dan Bangkara Toruan.

4. SINAMBELA
Marga Sinambela sendiri ada 3 bagian yaitu: Sinambela Raja Pareme, Sinambela Tuan Nabolas, dan Sinambela Bonani Onan.

5. SIHITE
Marga Sihite sendiri ada 3 bagian yaitu: Sihite Pande Raja, Sihite Siguru Tohuk, dan Sihite Siguru Leang.

Marga Siteang sebenarnya juga masuk Sihite tapi saya tak tahu asal usulnya darimana.

6. SIMANULLANG
Marga Simanullang sendiri ada 3 bagian yaitu: Simanullang Lumban Nahukkup, Simanullang Lumban Ri, dan Simanullang Lumban Nalom.

dipadenggan/ditambai angka dongan ma…..mauliate,

limbong

from = http://groups.yahoo.com/group/Batak_Gaul/message/56

OMPUNG SIHOTANG SIGODANG ULU berasal dari Bona Pasogit, tepatnya di Negeri Sihotang, sebelah Barat Danau Toba, dekat desa TAMBA. Ia adalah anak ke-2 dari SI RAJA OLOAN yang memiliki 6 orang anak yaitu :
SIGANJANG ULU NAIBAHO
SIGODANG ULU SIHOTANG
BAKKARA
SINAMBELA
SIHITE
SIMANULLANG MANULLANG

Dihitung dari SI RAJA BATAK, maka SIHOTANG merupakan generasi ke-6.

Mengapa Sihotang disebut Si Godang Ulu [banyak kepala]?
Adalah karena di kepalanya terdapat banyak benjolan benjolan besar. Sedangkan nama Sihotang sendiri merupakan nama tempat dia bermukim di mana terdapat banyak “rotan” [hotang]. Jadi, nama Sihotang selain nama marga untuk keturunan Si Godang Ulu, juga merupakan nama desa tempat dia tinggal.

Ompung Si Godang Ulu atau Sihotang ini memiliki 2 [dua] orang istri yaitu : BORU TAMBA dan BORU SIMBOLON dan dikaruniai 7 anak laki laki dan 1 anak perempuan.

Ke-7 anak laki laki tersebut adalah :
PARDABUAN
SORGANIMUSU
TORBANDOLOK
SIRANDOS
SIMARSOIT
RAJA TUNGGAL HASUGIAN
ORANG KAYA TUA HASUGIAN

Sedangkan satu satunya wanita bernama SOBOSIHON menikah dengan RAJA MARSUNDUNG SIMANJUNTAK dan memiliki 3 [tiga] orang anak yaitu :
MARDAUP, SITOMBUK dan HUTABULU.